DPR Tegaskan Komitmen Reformasi Birokrasi dalam Sidang Pengujian UU ASN

07-11-2024 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, saat memberikan keterangan resmi permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Foto: Farhan/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, sebagai Tim Kuasa DPR RI, memberikan keterangan resmi di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Permohonan ini diajukan oleh Koalisi untuk Netralitas ASN yang khawatir terhadap kemungkinan tergerusnya independensi dan profesionalisme aparatur sipil negara dalam sistem birokrasi Indonesia.

 

Dalam sidang yang digelar pada Kamis (7/11/2024), Nasir Djamil menegaskan bahwa UU ASN merupakan bagian integral dari upaya reformasi birokrasi yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efisien, efektif, dan profesional. DPR RI memastikan bahwa penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan pengalihan fungsinya ke kementerian terkait tidak akan melemahkan sistem merit maupun prinsip netralitas ASN. “Ini adalah langkah untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya manusia di pemerintahan, bukan kemunduran dari upaya reformasi,” tegas Nasir Djamil.

 

Kontroversi Pasal dan Isu Ketidakpastian Hukum

 

Koalisi untuk Netralitas ASN, yang terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil seperti Perludem dan Indonesia Corruption Watch (ICW), menggugat Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) UU ASN. Menurut mereka, kedua pasal ini berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum dan melemahkan sistem negara hukum di Indonesia. Koalisi berpendapat bahwa ketiadaan KASN sebagai lembaga independen dapat meningkatkan risiko politisasi ASN, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024.

 

Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN, yang mengatur pendelegasian sebagian kewenangan Presiden terkait pengawasan sistem merit kepada kementerian dan/atau lembaga, dinilai membuka peluang intervensi politik. Selain itu, Pasal 70 ayat (3), yang membatasi peran KASN hingga peraturan pelaksanaan baru ditetapkan, dianggap menghilangkan pengawasan independen yang penting dalam menjaga netralitas ASN.

 

DPR RI: Reformasi Tidak Mengorbankan Netralitas

 

DPR RI menanggapi bahwa kekhawatiran para pemohon tersebut hanyalah asumsi yang tidak berdasar. Nasir Djamil menjelaskan bahwa meskipun KASN dihapus, pengawasan terhadap sistem merit dan netralitas ASN tetap dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan lembaga terkait lainnya. Ia juga menyoroti peran masyarakat dalam melaporkan setiap pelanggaran, sehingga pengawasan menjadi lebih partisipatif dan transparan.

 

“Pengalihan fungsi KASN ke kementerian dimaksudkan untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dan meningkatkan efisiensi birokrasi. Kita juga memperkuat pengawasan dengan melibatkan masyarakat,” ujar Nasir Djamil. Ia menambahkan bahwa DPR RI tetap berkomitmen pada prinsip meritokrasi, serta memastikan ASN yang profesional, berintegritas, dan netral dalam menjalankan tugasnya.

 

Reformasi Birokrasi dan Tantangan Dinamis

 

Nasir Djamil juga memaparkan bahwa tantangan reformasi birokrasi terus berkembang seiring perubahan global yang cepat. Ia menjelaskan bahwa Indonesia harus siap beradaptasi, baik dalam menghadapi isu internal seperti kultur birokrasi yang masih kaku maupun terhadap risiko intervensi politik. Reformasi yang diusung UU ASN, lanjut Djamil, dirancang untuk menjawab tantangan ini dengan menata ulang manajemen ASN berbasis merit, kompetensi, dan integritas.

 

DPR RI juga menekankan pentingnya memperkuat manajemen kinerja ASN dan mengurangi pengaruh politik dalam rekrutmen serta promosi jabatan. Dengan pendekatan human capital, reformasi ini diharapkan dapat mendorong terciptanya ASN yang mampu bersaing secara global dan mendukung percepatan pembangunan nasional menuju visi Indonesia Emas 2045.

 

Menunggu Keputusan Mahkamah Konstitusi

 

Mahkamah Konstitusi kini menghadapi tantangan besar untuk memutuskan perkara ini, dengan mempertimbangkan kepentingan reformasi birokrasi sekaligus menjaga prinsip-prinsip demokrasi. Bagi para pemohon, kunci keberhasilan reformasi birokrasi terletak pada adanya pengawasan independen yang dapat menjamin netralitas ASN, terutama dalam tahun-tahun politik seperti sekarang.

 

Dengan perhatian publik yang tertuju pada sidang ini, keputusan Mahkamah Konstitusi akan menjadi penentu arah pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Apakah langkah DPR RI untuk menyederhanakan birokrasi akan dianggap sejalan dengan semangat reformasi, atau justru sebaliknya, menjadi ancaman bagi independensi ASN? Semua mata kini tertuju pada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan putusan yang adil dan berkeadilan. (ssb/aha)

BERITA TERKAIT
Bertemu Dubes Belanda, Komisi III Bahas Hukum di Indonesia
24-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas revisi Rancangan UU Hukum Acara Pidana atau RUU...
Legislator: Tekan Permintaan, Kunci Atasi Peredaran Narkoba
23-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi darurat narkoba akibat tingginya...
Komisi III Akan Segera Bahas RUU KUHAP, Target Berlaku Sama dengan UU KUHP
22-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau...
Komisi III Dorong Pendekatan Keadilan Restoratif di Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya
22-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan kasus dugaan salah tangkap di Tasikmalaya. Hal...